Monday, September 8, 2025

Andainya Saya Jadi Remaja Kembali di Desa Aekgarugur Masa Kini

 


Dulu, langit Aekgarugur, Batang Angkola Tapanuli Selatan, seolah hanya dibatasi oleh puncak Bukit Barisan dan atap-atap rumah yang menyenangkan. Pilihan terlihat sederhana: menjadi pengguris karet, pekebun, peternak, atau merantau untuk mengubah nasib. Tapi, kalau saya jadi remaja kembali di desa kita yang hijau dan damai ini, di masa kini, saya akan melihatnya dengan mata yang berbeda. Saya akan melihat bahwa setiap getah karet yang menetes, setiap ikan lele yang bergerak, dan setiap sawit yang berbuah adalah cerita yang ditunggu dunia. Aku akan menyapa dunia dengan karya karyaku sebagai pemuda Gen Z pedesaan yang melek teknologi dan konten creator.

Saya tidak akan memilih *antara* menjadi petani *atau* perantau. Saya akan memadukan keduanya: menjadi **Petani Digital**. Petani yang memanfaatkan teknologi, AI dan Platform Media Sosial dalam berkarya. Saya tahu tantangan utamanya ada pada Wifi, pada pulsa yang terbatas, tapi saya akan mengatasinya dengan cara saya sendiri.

 Pagi Hari: Bukan Hanya untuk Matahari, Tapi Juga untuk Kamera

Pukul setengah enam pagi, embun masih membasahi rumput. Saya akan mampir ke Lopo, ke warung Kopi untuk sarapan nasi ketan dan minum kopi. Saya tidak hanya akan membawa pisau sadap dan ember, tapi juga smartphone dengan stabilizer ringan dan power bank. Sebelum menyadap, saya akan menyalakan kamera. Saya akan merekam kegiatan saya dengan ritme yang menginspirasi.

**Konten:** Close-up suasana lopo warung Kopi dan tetesan getah karet pertama yang jernih menetes ke mulut mangkuk. Suara alam yang masih sepi, kicau burung yang bersahutan dengan suara jangkrik, dan helaan nafas pagi. Judulnya: “Emas Putih Tidak Terduga di Aekgarugur.”

**Platform:** Reels YouTube Shorts, TikTok. Cukup 30-60 detik yang powerful.

Sambil menyadap karet, saya akan merekam prosesnya. Bukan sebagai pekerjaan monoton, tapi sebagai sebuah seni. Saya akan jelaskan bagaimana menyadap yang baik agar pohon tidak rusak, bagaimana membaca arah alur getah, dan bagaimana menghargai setiap tetesnya.

**Siang Hari: Belajar dari Kandang Ayam dan Kolam Lele**

Pulang dari kebun karet, saya akan mampir ke kolam lele atau kandang ayam. Ini adalah studio konten yang sempurna. Saya akan perlihatkan pada dunia betapa uniknya kendang-kandang ini. Kandang yang menyatukan hewan peliharaan dengan juragannya. Saya akan perlihatkan saat bermain Bersama.

**Konten:** “Feeding Time -waktu makan Lele Jam 10.000 ” Akan kuTunjukkan bagaimana cara memberi pakan yang efisien, bagaimana melihat tanda-tanda ikan sehat, dan bahkan menjawab pertanyaan sederhana: “Apa yang dirasakan ikan lele ketika diberi makan?” dengan gaya yang fun. Gaya yang menarik, dan enak untuk dilihat.



**Platform:** Live Instagram atau TikTok Live. Berinteraksi langsung dengan penonton yang penasaran dengan kehidupan desa. Tentang betapa potensi desa itu bisa dimanfaatkan untuk sesuatu yang memberikan penghasilan secara nyata.

 **Sore Hari: Editing di Tengah Kebun Sayur**Setelah membantu jualan sayur atau memetik sawit, saya akan mencari spot yang cantik—mungkin di gubuk sawah atau di bawah pohon rindang. Dengan kuota internet yang sudah dijadwalkan, saya akan mengedit video pagi dan siang tadi. Saya sudah akrab dengan Filmora dan CapCut, meskipun hanya sekedar editingnya saja. Artinya saya lakukan itu karena belum bisa membeli aplikasinya. Saya hanya download aplikasinya dan mengoperasikannya tanpa terhubung dengan wifi.

Saya akan terus belajar dan mengasah kemampuan editing sederhana saya: menambahkan subtitle (karena banyak yang nonton tanpa suara), musik yang enak, dan teks penjelasan. Hasilnya diupload ke YouTube shorts untuk durasi 60 detik. Untuk durasi  yang lebih panjang,  saya postingkan ke TikTok, Facebook dan Instagrams.

**Malam Hari: Merancang Strategi dan Belajar Online**

Inilah saatnya untuk mengevaluasi kerja seharian itu, agar bisa menjadi lebih baik sebagai petani dan juga mahasiswa. Hasil dari konten (meski sedikit) dan hasil dari menjual getah karet atau sayuran, akan saya tabung. Tidak untuk main-game, tapi untuk membeli pulsa, e-book online atau malah siap-siap untuk nantinya Kuliah di Universitas Terbuka, atau mengikuti kursus digital marketing gratis di Internet.Aku melihat potensi “Tutorial” yang ada di Youtube dan media social lainnya. Saya akan terus mempelajarinya.

Saya akan Terus belajar dan Mengasah Ketrampilan :

**SEO:** Agar video “cara beternak lele organik” saya muncul di pencarian teratas.

**Copywriting:** Agar caption jualan sayur dan buah saya di Instagram lebih menarik.

**Branding:** Membuat nama sederhana seperti “Petani Aekgarugur” atau “Kebun Kreatif Bukit Barisan” sebagai identitas.

**Penghasilan yang Berlanjut: Dua Sumber, Satu Hati**

1.  **Penghasilan Konvensional:** Hasil dari menjual getah karet, sayuran, lele, atau ayam. Ini adalah penghasilan fisik yang nyata dan terjamin. Hasilnya nyata dan benar-benar ada.

2.  **Penghasilan Digital:** Ini yang akan membuka pintu keajaiban:

    **Google AdSense** dari YouTube.

    **Program Kreator** dari TikTok.

    **Brand Deal** atau sponsorship dari perusahaan pertanian, alat tukang, atau bahkan produk lokal.

    **Jualan Online** saya akan kolaborasi lintas Konten Kreator, untuk bisa memberikan label atau kemasan yang lebih baik untuk hasil-hasil pertanian kami. Hasilnya yang akan dikemas lebih baik dan dijual dengan harga premium karena punya cerita (“Lele yang kamu lihat tumbuh dari kecil ini bisa dipesan sekarang!”).

**Suasana yang Menyenangkan?  Menginspirasi. Tentu!**

Ini bukan tentang kerja keras membanting tulang, tapi tentang **berkarya dengan bahagia dan menyenangkan**. Bayangkan:

·         Memandangi Bukit Barisan sambil mencari angle terbaik untuk video.

·         Tertawa dengan teman-teman di kebun karena ide konten yang lucu.

·         Bangga ketika ada komentar dari kota besar bahkan luar negeri: “Wow, saya baru tahu prosesnya begini, terima kasih ilmunya!”

·         Merasa percaya diri karena tidak ketinggalan zaman, justru menjadi trendsetter yang mempopulerkan kehidupan desa.

Jadi itulah mimpi saya. Mimpi, kalau saya jadi remaja kembali di Aekgarugur atau dimana sajapun desa-desa di Nusantara masa kini. Saya akan melihat gunung bukan sebagai penghalang, tapi sebagai background video yang epic. Saya akan melihat pekerjaan orang tua saya bukan sebagai sesuatu yang kuno, tapi sebagai harta karun konten yang tak ternilai. Yang sangat dinikmati dunia.

Karena kegiatan seperti ini, jelas akan menghasilkan penghasilan yang cukup untuk berkarya. Untuk kuliah tidak harus dicari dengan pergi meninggalkan desa. Ia bisa ditumbuhkan dari tanah desa itu sendiri, dan disebarkan ke seluruh dunia melalui jejaring kita. Kita bisa kuliah dari Desa ke Universitas Terbuka dan mencari gelar akademis formal kalau itu memang diperlukan. **Aekgarugur bukan lagi titik awal untuk pergi, tapi panggung utama untuk berkarya.**