Oleh
harmen batubara
Gempuran
terhadap kelompok militan Maute di Marawi terus dilancarkan Angkatan Bersenjata
Filipina. Rentetan tembakan senapan mesin dari dua helikopter serbu, Kamis
(6/7), menghujani lokasi persembunyian mereka. Warga berharap tekanan yang
dilakukan tentara Filipina itu membuahkan hasil optimal. Bagaimanapun, mereka
tidak lagi merasa nyaman di tempat pengungsian. Tidak banyak yang dapat
dilakukan di tempat pengungsian. “para suami tidak lagi bisa bekerja, sedangkan
keluarga membutuhkan uang untuk hidup sehari-hari,” semua itu bagai jalan
buntu.
Bantuan
yang selama ini diterima dari Kementerian Sosial dan Pembangunan Filipina
sangat terbatas, bahkan kurang. Menurut Kepala Barangay Solaiman, setidaknya
150 dari 300-an pengungsi tidak memiliki “kartu hijau”. Pengungsi harus
memiliki kartu itu untuk dapat mengakses bantuan pemerintah.Bantuan itu antara
lain berupa beras dan alas tidur. Untuk mengatasi persoalan itu, pengungsi sepakat
membagi bantuan yang mereka peroleh.Namun, mereka mengatakan masih membutuhkan
bantuan lain, seperti selimut, makanan untuk anak-anak dan anak balita, sabun,
pakaian, serta barang kebutuhan anak-anak dan perempuan. Mereka memahami,
pemerintah juga tengah kesulitan karena harus menghadapi kelompok Maute. Ibarat
nasi, semua kini sudah jadi “bubur”, perang ini tidak beda dengan perang antar
saudara; perang sebagai akibat “lemahnya” komunikasi dan tiadanya “Dialog”
diantara sesama anak bangsa.
Pada
Kamis petang itu juga, dua helikopter berputar-putar di atas Marawi. Helikopter
itu memuntahkan rentetan tembakan dari senapan mesin. Kilatannya membelah
langit Marawi yang sore itu tertutup mendung.Sejak pagi hari, serangan udara
terus dilakukan helikopter Angkatan Bersenjata Filipina. Warga berharap tekanan
itu dapat mengembalikan lagi kehidupan mereka seperti dahulu. Tetapi semua itu
tinggal harapan, tentara menjaga setiap jalan masuk ke Marawi. Untuk mencapai
Marawi dari Iligan, kota terdekat yang berjarak sekitar 36 kilometer,
dibutuhkan waktu setidaknya 1,5 jam. Selain karena jalannya berkelok-kelok dan mendaki,
kendaraan juga kerap dihentikan pasukan keamanan di pos pemeriksaan. Di pos
itu, kendaraan harus berhenti, membuka kaca, dan membiarkan tentara atau polisi
memeriksa kendaraan dan penumpang di dalamnya. Mereka harus menunjukkan tanda
pengenal, seperti kartu tanda penduduk dan paspor. Untuk masuk ke kawasan
tertentu, seperti kota Marawi, harus ada izin khusus dari Angkatan Bersenjata
Filipina. Sama seperti kalau kita melakukan perjalanan di Papua di tahun-tahun
90 an.
Pudarnya
Pendekatan Dialog kultural
Dari
berbagai pengalaman masa lalu, pendekatan militer yang dilakukan oleh
pemerintah Filipina selama belasan tahun justru tidak bisa menyelesaikan
masalah. Di Mindanao sendiri, ada berbagai pihak yang selama ini tidak pernah
didengarkan. Disana ada separatis Moro National Liberation Front (MNLF) yang
nasionalis, Moro Islamic Liberation Front (MILF) yang berbasis agama, dan
National People Army (NPA) yang berhaluan komunis dan kini ada Kelompok Maute yang ber affiliasi
dengan ISIS. Tetapi semuanya itu bertitik tolak dari “RASA KETIDAK ADILAN” yang
dialami oleh warga muslim. Pada tahun 2010, Presiden Gloria Macapagal-Arroyo
menegaskan, Filipina tidak lagi melulu mengandalkan pendekatan militer dalam
menghadapi kelompok separatis di Mindanao, Filipina Selatan. Pemerintahannya
akan lebih mengedepankan UPAYA DIALOG sebagai kunci dari proses menuju
perdamaian. Arroyo mengungkapkan hal itu saat membuka pertemuan para menteri
luar negeri gerakan nonblok (NAM) untuk membangun dialog dan kerja sama untuk
perdamaian dan pembangunan di Manila, Rabu (17/3/2010). Pertemuan diikuti 219
delegasi dari sekitar 105 negara anggota NAM, dari total 118 negara anggota.
Menurut
Arroyo waktu itu, kunci dalam proses perdamaian serta demi terciptanya
pembangunan, keamanan, dan kesejahteraan adalah dialog. Dalam konteks
menghadapi separatis, pemerintah menyadari bahwa dialog harus dikedepankan
daripada pendekatan militer. ”Kami telah mendekati komunitas sasaran untuk
mengubah paradigma perdamaian,” katanya. Melalui dialog lintas agama,
menghargai keberagaman budaya dan tradisi di Mindanao, pemerintah sudah bisa
mulai membangun di wilayah itu. ”Kami bisa membangun jalan untuk membuka
isolasi wilayah, dan dengan itu ekonomi bisa berjalan. Kami juga membuka
jaringan irigasi,” katanya. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, dan
perubahan dalam pemerintahan. Nampaknya “POLA DIALOG” itu telah terlupakan
begitu saja. Bisa dimaklumi, kalau kekerasan kembali mengemuka.
Perang Saudara Tidak akan
Pernah Selesai
Indonesia
dan Filipina sebenarnya punya pengalaman yang sama. Yakni sama-sama kesulitan
dalam menghadapi “separatis” dari saudara sebangsa. Ketika Indonesia melakukan “dialog” dengan
“Aceh Merdeka”, Filipina juga mengirimkan pasukan penjaga perdamaiannya. Begitu juga dengan Indonesia. Indonesia juga mengirimkan misi militer untuk memantau
proses perdamaian di Mindanao antara Pemerintah Filipina dan MILF yang berpusat
di Cotabato, Mindanao. Jerson Liardo, rohaniwan asal Cotabato, mengatakan,
keberadaan Indonesia dianggap sebagai kakak oleh warga Filipina dari berbagai
komunitas, termasuk Kristiani dan Muslim. Misi yang disebut IMT tersebut terus
berlanjut hingga kini. Saat ini Misi IMT dipimpin Kolonel (Pasukan) Deni
Ramdani yang berkedudukan di kota General Santos, Mindanao, membawahi beberapa
perwira TNI di sejumlah kota di Mindanao, termasuk Ilagan, dekat kota Marawi.
Seusai
perundingan pengamanan Laut Sulu, akhir 2016, Kepala Badan Intelijen Strategis
Nasional (Bainstranas) Kementerian Pertahanan Mayjen Paryanto mengatakan,
Indonesia siap membantu Filipina membangun perdamaian di Filipina selatan,
termasuk kerja sama ekonomi antara Mindanao dengan Kalimantan Utara dan
Sulawesi Utara. Kamar Dagang Davao pun diundang hadir ke Jakarta oleh Kemhan
dan bertemu dengan mitra dari Sulut dan Kaltara. Semua upaya itu kini seolah
tinggal kenangan.
Kini,
situasi memanas dengan pertempuran di kota Marawi oleh faksi teroris Maute yang
berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Timur Tengah.
Sempat diwacanakan agar TNI terlibat dalam mengirimkan pasukan ke Marawi,
membantu militer Filipina. Tetapi jelas upaya seperti itu, kedua negara pasti
harus mengacu kepada UU Dasarnya masing-masing. Indonesia tidak akan
mengirimkan militernya ke negara lain, kalau tidak ada izin dari DPR. Begitu
juga dengan UU Dasar Filipina, mereka tidak mungkin bisa menerima kedatangan
‘militer” negara lain meski negara tetangga sekalipun harus terlebih dahulu ada
izin dari DPR nya juga.
Suhardi,
mantan dosen Mindanao State University di Marawi dan sekarang menjadi Wakil
Direktur Pascasarjana Universitas Bhayangkara, menjelaskan peliknya fragmentasi
antar faksi di Filipina, termasuk di Mindanao. MNLF pimpinan Nur Misuari pecah
dalam berbagai faksi, termasuk Abu Sayyaf Group. MILF pimpinan Haji Murad
Ibrahim pun memiliki sempalan seperti BIFF yang dikhawatirkan beraliansi dengan
Maute. Demikian pula faksi-faksi lain.
Kita
harus mengingat kembali apa yang pernah dikatakan Arroyo waktu itu, kunci dalam proses
perdamaian serta demi terciptanya pembangunan, keamanan, dan kesejahteraan
adalah DIALOG. Dalam konteks menghadapi separatis, pemerintah menyadari bahwa
dialog harus dikedepankan daripada pendekatan militer. ”Kami telah mendekati
komunitas sasaran untuk mengubah paradigma perdamaian,” katanya waktu itu.
Melalui dialog lintas agama, menghargai keberagaman budaya dan tradisi di
Mindanao, pemerintah meski masih terbatasan sudah bisa mulai membangun di
wilayah itu. ”Kami bisa membangun jalan untuk membuka isolasi wilayah, dan
dengan itu ekonomi bisa berjalan. Kami juga membuka jaringan irigasi,” katanya.
Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, dan perubahan dalam pemerintahan.
Nampaknya “pola dialog” itu telah terlupakan begitu saja. Bisa dimaklumi, kalau
kekerasan kembali mengemuka. ( Sumber : Kompas.id, Dll)
Hai,, Kami dari Roket4D.. Pembahasan ini sangat bagus,, Semoga ini berguna bagi kita semua dan jangan lupa kunjungi juga situs kami Roket4D
ReplyDeleteForum ini menarik sekali, menginspirasi saya. Saya harap Anda mengunjungi situs saya juga Agen BandarQQ. Terima kasih banyak temanku!
ReplyDelete