Friday, July 31, 2015

Panduan Prajurit, 5 Keunggulan Kopassus Yang Mendapat Pengakuan Dunia



5 Keunggulan Kopassus Yang Mendapat Pengakuan Dunia

Berikut lima kehebatan Kopassus hingga diakui dunia
http://www.wilayahpertahanan.com/tes-prajurit/
 
1. Kopassus juara menembak jitu. Keahlian menembak sasaran secara tepat menjadi syarat mutlak anggota pasukan elite seperti Kopassus. Sebab, berbeda dengan pasukan biasa, pasukan elite menjadi andalan untuk menjalankan tugas-tugas penting yang tentunya memiliki tingkat kesulitan yang tinggi.
Menembak tepat sasaran menjadi salah satu keahlian yang dimiliki Kopassus ketimbang pasukan elite dari negara lain. Dalam pertemuan Pasukan Elite Asia Pasific yang diselenggarakan pada Desember 2006, personel Kopassus meraih juara penembak jitu (sniper), malah para penembak TNI jadi juara dengan menyabet 30 Medali dari 50 yang diperebutkan pada tahun 2015. Lebih hebat lagi ternyata  senjata yang digunakan merupakan senjata buatan bangsa sendiri yang diproduksi oleh PT Pindad, produksi Indonesia.

2. Kopassus peringkat 2 sukses operasi militer. Dunia internasional tak asing dengan nama Kopassus. Sebab, pasukan elite milik TNI itu dikenal memiliki segudang prestasi baik lokal maupun internasional. Pada pertemuan Elite Forces in Tactical, Deployment and Assault di Wina, Austria, Kopassus meraih peringkat dua dalam melakukan operasi militer strategis, seperti; intelijen, pergerakan, penyusupan, penindakan. Sementara, di urutan pertama adalah pasukan elite Amerika Serikat Delta Force. Saat itu 35 pasukan elite dunia ikut unjuk gigi di ajang tersebut.

3. Kopassus peringkat 3 pasukan elite dunia. Kopassus merupakan salah satu pasukan elite terbaik di dunia. Berdasarkan urutan pasukan elite dunia versi Discovery Channel Military edisi 2008, Kopassus berada di posisi tiga pasukan elite dunia. Sementara di posisi pertama diduduki United Kingdom's SAS, dan di posisi dua Israel's MOSSAD. Hal itu jelas membanggakan TNI dan Indonesia.
Faktanya  Kopassus nyatanya mengalahkan pasukan-pasukan elite dari negara lain, salah satunya Amerika Serikat yang terlalu bergantung pada peralatan yang berbasis teknologi super canggih, akurat dan serba digital.Kehebatan Kopassus juga lengket dengan kemampuan lawan grilya, suatu keahlian yang tidak dipunyai oleh pasukan elite lainnya.

4. Skill Kopassus di atas rata-rata pasukan elite negara lain. Personel Kopassus tidak terlalu bergantung dan mengandalkan teknologi canggih, mereka juga terbiasa dengan peralatan apa adanya. Karena itu, tiap personel Kopassus dituntut memiliki kemampuan bela diri yang cakap. Tak heran jika konon kabarnya satu prajurit Kopassus setimpal dengan delapan atau satu regu prajurit biasa.
Hal itu tentu berbeda dengan pasukan negara maju seperti Amerika Serikat yang terlalu mengandalkan kecanggihan teknologi senjata yang dimilikinya. Narator Discovery Channel Military menyatakan, pasukan khusus yang hebat adalah pasukan yang mampu mencapai kualitas sempurna dalam hal kemampuan individu. Kemampuan itu adalah kemampuan bela diri, bertahan hidup (survival), kamuflase, strategi, daya tahan, gerilya, membuat perangkap dan lain-lain.

5. Kopassus latih pasukan militer negara lain. Kehebatan yang dimilikinya Kopassus membuatnya disegani militer negara lain, karena dimintak untuk melatih pasukan militer di berbagai negara.Selama ini, sejumlah negara di dunia meminta Kopassus untuk melatih pasukan militernya, seperti negara-negara di Afrika Utara dan Kamboja. 80 Persen pelatih militer di negara-negara Afrika Utara diketahui menggunakan pelatih militer dari Kopassus. Para perwira Kopassus ditugaskan untuk melatih pasukan militer yang dimiliki negara-negara di benua hitam itu.
Sementara itu, Kamboja juga telah lama menggunakan pelatih militer dari Kopassus. Tak tanggung-tanggung, pasukan yang dilatih Kopassus adalah pasukan khusus bernama Batalyon Para-Komando 911. Pasukan itu merupakan bagian dari tentara Kerajaan Kamboja (Royal Cambodian Army).
Sumber : antara, merdeka

Monday, July 20, 2015

Panduan Prajurit, Menjadi Prajurit Sapta Marga



Sikap kejuangan ini sejalan dengan apa yang dikatakan Elliot E Cohen, peran militer antara lain melindungi orde politik dan sosial tanpa melibatkan diri dalam politik praktis. Peran ideal militer adalah sebagai ”garda bangsa yang profesional”. Namun, militer di mana pun pasti akan terpanggil masuk ke ranah politik (negara) manakala keutuhan bangsa-negara telah menjadi taruhan dalam pertentangan politik-ideologis atau perseteruan antarkelompok yang amat membahayakan. Itulah patisari makna ”politik negara”. Tugas pokok TNI tidak bisa dijalankan secara berdiri sendiri. Karena sifatnya yang interdependen dan komplementer, maka harus terpadu dengan tugas penyelenggaraan pemerintahan negara lainnya di bidang kesejahteraan, pendidikan, penegakan hukum, diplomasi, dan lainnya.

Panduan Prajurit, Prajurit Sapta Marga
Oleh Kiki Syahnakri
Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Dengan demikian, TNI tidak sekadar bertanggung jawab terhadap musuh atau ancaman militer dari luar yang akan mengganggu keutuhan wilayah, melanggar kedaulatan, atau mencuri kekayaan alam. TNI bertanggung jawab pula terhadap tegaknya Pancasila dan UUD 1945 (yang dijiwai oleh pembukaannya), serta keselamatan bangsa.
http://nulisbuku.com/books/view_book/7332/panduan-tes-masuk-prajurit-tni

Tugas pokok TNI itu didasarkan pada amanah alinea ke-4 Pembukaan UUD 1945, serta Sapta Marga dan jati diri TNI sebagai tentara pejuang, tentara rakyat, tentara nasional, dan tentara profesional. Inilah sikap kejuangan TNI yang menegaskan posisinya sebagai alat negara, ”bukan alat pemerintah atau golongan”.Bahkan, ketika seorang prajurit TNI pensiun, jiwa Sapta Marga tak pernah ditanggalkan, tetap melekat sesuai jati dirinya sebagai prajurit pejuang. Tugas sebagai bayangkari bangsa-negara baru berakhir ketika salvo mengiringi kepergian untuk selama-lamanya.
Spektrum ancaman
Sikap kejuangan ini sejalan dengan apa yang dikatakan Elliot E Cohen, peran militer antara lain melindungi orde politik dan sosial tanpa melibatkan diri dalam politik praktis. Peran ideal militer adalah sebagai ”garda bangsa yang profesional”. Namun, militer di mana pun pasti akan terpanggil masuk ke ranah politik (negara) manakala keutuhan bangsa-negara telah menjadi taruhan dalam pertentangan politik-ideologis atau perseteruan antarkelompok yang amat membahayakan. Itulah patisari makna ”politik negara”. Tugas pokok TNI tidak bisa dijalankan secara berdiri sendiri. Karena sifatnya yang interdependen dan komplementer, maka harus terpadu dengan tugas penyelenggaraan pemerintahan negara lainnya di bidang kesejahteraan, pendidikan, penegakan hukum, diplomasi, dan lainnya.
Dunia masih diwarnai konflik berkepanjangan. Berbagai konflik global itu tidak hanya mengancam negara yang terlibat langsung, tetapi juga menjadi ancaman pula bagi keamanan regional, bahkan nasional. Konflik intranegara, seperti di Myanmar, Thailand, Filipina, dan Indonesia sendiri, juga belum akan terselesaikan dengan cepat. Hal lain yang tidak bisa dipandang remeh adalah ”krisis energi dan pangan” yang kini membayangi umat manusia dalam skala global. Namun, ancaman paling mematikan bersifat nonmiliter yang bersumber pada perilaku klasik kaum kolonial lewat tindakan hegemoni politik, eksploitasi ekonomi/SDA, serta penetrasi budaya yang tidak pernah berhenti. Hanya bungkusnya yang bermetamorfosis menjadi neokolonialisme, dengan strategi yang jauh lebih canggih. Tak lagi menggunakan kekuatan militer model VOC, tetapi lewat cara perang generasi ke-4, seperti perang ekonomi, informasi, dan budaya. Bentuk tindakannya antara lain menyebar ”virus” individualisme-liberalisme serta menggulirkan program reformasi global ala ”Musim Semi Arab”, dengan dagangan utamanya: demokrasi, HAM, dan lingkungan hidup.
Tanpa terasa—akibat sejumlah kelemahan dan kebebalan internal—Indonesia telah menjadi sasaran empuk neokolonialisme sehingga tanpa kehilangan sejengkal tanah pun, kedaulatan politik, ekonomi, hukum, ataupun budaya kita telah dipreteli. Secara derivatif terjadi proses pemiskinan dan pembodohan rakyat yang berkepanjangan karena sebagian besar ”dollar” hasil eksploitasi SDA mengalir keluar, sebagian lagi dikorupsi, hingga yang menetes untuk kesejahteraan, pendidikan, dan kesehatan rakyat sangat minim jumlahnya.
Akibat lainnya, bermunculan benih separatisme di beberapa daerah. Bahkan di daerah tertentu, seperti Papua, sudah disertai aksi pemberontakan bersenjata. Terorisme dan konflik komunal berlatar belakang ideologi, politik, ekonomi dan krisis budaya pun meningkat tajam. Dengan demikian, spektrum ancaman yang dihadapi TNI dan segenap bangsa adalah perang terbatas (walaupun kecil kemungkinannya, tetapi tetap harus diperhitungkan), kelompok separatis bersenjata, terorisme, pencurian/penjarahan kekayaan alam, krisis pangan dan energi, serta konflik komunal yang kian marak dan mengancam keutuhan bangsa. Namun, sesungguhnya, ancaman paling berbahaya adalah ulah neokolonialisme.
Kewaspadaan
Menjelang tahun 2014, atmosfer politik pekat diwarnai persaingan tak sehat, berbagai kampanye hitam, serta saling jerat bongkar borok hukum dan kasus korupsi. Pada sisi lain, persiapan Pemilu 2014 tampaknya lebih buruk ketimbang 2009. Data pemilih masih bermasalah besar, perbedaan jumlah ”daftar pemilih sementara” sebelum dan sesudah perbaikan sangat mencolok, ditemukan jutaan pemilih ganda, dan seterusnya. Hal ini menimbulkan potensi konflik cukup besar. Negarawan Inggris, Edmund Burke, mengingatkan kita: ”Adalah takdir seorang prajurit harus selalu menunggu dalam ketak- pastian dalam sebagian besar hidupnya, untuk suatu krisis yang mungkin tidak akan pernah datang. Merupakan fungsi dan tugasnya untuk mengetahui cara mengatasinya manakala krisis itu terjadi. Menjadi kode kehormatannya untuk mengorbankan semua yang ia miliki.”
Kini, krisis tersebut tengah membayangi kita, bahkan sesungguhnya telah menghinggapi. Saatnya TNI meningkatkan kewaspadaan dan komitmennya terhadap tugas pokok, dengan tetap berpegang pada Sapta Marga dan jati dirinya. Harus siap dengan ”rencana tindakan penyelamatan”. Meliputi tindakan preventif, persuasif, dan rencana kontingensi, manakala krisis tersebut bereskalasi dan membahayakan. Namun, potret ancaman di atas memperingatkan, sesungguhnya peran para politisi/ penyelenggara negara yang lebih menentukan dalam menjaga kedaulatan dan menegakkan demokrasi. Dirgahayu TNI....
(Kiki Syahnakri, Ketua Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD)Sumber Kompas, 4 Oktober 2013 )

Friday, July 17, 2015

Jalan Menuju Prajurit, Menjadi Prajurit Berkat Sepak Takraw



http://www.wilayahpertahanan.com/tes-prajurit/
Jalan Menuju Prajurit, Menjadi Prajurit Berkat Sepak Takraw

Sersan kepala Ary Catur Nugroho, Prajurit yang saat ini bertugas di Slogdam IV/Diponegoro ini merupakan atlet sepak takraw yang sudah berhasil menorehkan berbagai kejuaraan baik di tingkat nasional seperti PON maupun di tingkat internasional seperti Asean School, Sea Games maupun Kejuaran Terbuka seperti Isa Cup di Malaysia, King Cup di Thailand dan Singapore Open.Kegemarannya bermain sepak takraw sudah dilakukan sejak klas 4 SD. Pria kelahiran Klaten tanggal 28 Pebruari 1981 ini bersyukur, perhatian dari masyarakat dan Pemda yang begitu besar pada sepak takraw saat itu, turut mendukung prestasi yang diperolehnya. Latihan yang dilakukan setiap sore bersama teman-temannya selalu mendapat sambutan meriah dari warga sekitarnya. Perhatian pemerintah kabupaten ditunjukkan dengan adanya pertandingan pelajar dari mulai tingkat desa, Kecamatan sampai kabupaten.

Sehingga, saat masih SD (tahun 1993), dirinya bersama tim sudah memenangkan emas pada Popda Propinsi Jateng. Selanjutnya saat SMP (tahun 1995 – 1996) memperoleh medali emas di tingkat Popnas. Kemenangannya di tingkat nasional menghantarkannya bergabung di Pusat pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) di Salatiga, sehingga sekolahpun berpindah di Kota Salatiga. Dari sini peluang pertandingan semakin terbuka.Saat SMA (tahun 1997), Ary bersama tim mengikuti kejuaraan Asean School yang berlangsung di Sidoarjo, Surabaya dan menyabet perak.  Pada tahun itu pula, ada Sea Games yang berlangsung di Jakarta dan tim yang diikuti memenangkan medali perak. Kejuaraan selanjutnya, Asean School tahun 1999 di Malaysia dan Sea Games tahun 1999 di Brunei Darusssalam.
Putra dari Bapak Mulyadi dan Ibu Suharti ini mengatakan sepak takrow merupakan olah raga yang akrobatik, murah, energik dan meriah, karena gerakan dalam sepak takraw ini membuat orang terkesima dan dengan regu yang hanya terdiri dari 3 orang, para pemain akan lebih sering mendapatkan umpan-umpan bola. Namun dalam tiap kejuaraan sepak takrow, masing-masing tim beranggotakan 12 orang, terdiri dari 3 regu dan 1 orang cadangan untuk masing-masing regu.

Menjadi Prajurit

Seiring selesainya bangku SMA dan prestasi yang dicapainya di bidang sepak takraw, mengingatkan cita-cita Ary Catur Nugroho sebelumnya yaitu untuk menjadi prajurit TNI. Tampilan, sikap, disiplin yang selalu dilihat saat bertemu dengan prajurit, membulatkan tekadnya untuk memberanikan diri untuk menjadi anggota TNI AD dan berkonsultasi dengan KONI untuk menyampaikan keinginannya. Bak gayung bersambut, KONI dan pemerintah merestui dan mulailah dirinya mengikuti tahapan seleksi penerimaan prajurit hingga diterima menjadi prajurit TNI dengan pangkat sersan dua. Pengabdiannya di TNI diawali dari Batalyon 407/Padma Kusuma, Tegal (2002). Sebagai prajurit di batalyon, kehidupan keprajuritan juga dilakukan mulai latihan, Olah raga dan pengabdian masyarakat. Pada tahun 2004, dirinya sempat mengikuti pra tugas untuk penugasan ke Aceh, namun  batal tugas ke Aceh karena bersamaan dengan pelaksanaan PON di Palembang.
Pada tahun 2006, Sersan Arry pindah tugas di Denma Skodam IV/Diponegoro dan tahun 2007 mengikuti Sea Games di Thailand mendapatkan perunggu. Selanjutnya tahun 2008 mengikuti PON di Bontang Kalimantan Timur mendapatkan 3 emas dan 1 perak. Di saat bela diri Yong moodo digalakkan tahun 2010, suami dari Ambarwati Setyaningsih inipun mengikuti pelatihan yang ditempatkan di Rindam IV/Diponegoro, selama 6 bulan, yang dilanjutkan dengan menjadi pelatih di tingkat Makodam.
Kini di tengah kesibukan tugas di Slogdam, Serka Ary membagikan ilmu yang dimiliki kepada siapa saja yang berminat. Di Semarang, di sela waktu dimanfaatkan menyambangi adik-adiknya di Pusat Pendidikan dan Latihan Mahasiswa (PPLM) Unnes maupun di GOR Jati Diri.  Dan sebagai balas budi kepada warga sekitar yang membesarkan diri dan adiknya (Yudi Purnomo), beberapa tahun lalu dibentuklah sejenis sekolah untuk sepak takraw di kampung halamannya. Untuk berlatih anak didiknya, Serka Arry dan sang adik yang sekarang bertugas di Dinas Pemuda dan Olah Raga (Dispora) Kabupaten Klaten ini membuat GOR mini. Serka Arry berharap ke depan ada lagi generasi lain yang meraih sukses selayaknya dia maupun adiknya.
Sebenarnya, masih ada keinginan yang belum terwujud dari sepak takrow ini, yaitu memasyarakatkan sepak takraw di masyarakat, karena olah raga yang murah meriah ini juga menyehatkan, tidak diperlukan tempat yang luas untuk beraktivitas. Keinginan ini, juga termasuk membawa olah raga sepak takraw di kalangan TNI, dimulai dari lingkungan Kodam IV/Diponegoro. Yah…semoga terwujud mas dalam mensosialisasikan sepak bola takrow.
(Sumber : Majalah Gema Diponegoro, February23, 2015)