Oleh harmenbatubara
Yang sering kita lupa
itu, adalah kemampuan negara menjaga wilayah kita diperbatasan, masih tergolong
lemah. Hal hal seperti ini sebenarnya, tidak bisa dibiarkan, dia mesti diberi
prioritas. Yang ingin kita kemukakan adalah perlakuan negara tetangga kita di
perbatasan. Salah satunya ya Malaysia. Tetangga kita ini sering melakukan
pelanggaran ke wilayah kita, khususnya di Ambalat. Memang wilayah itu masih
dalam kondidi abu-abu, kedua negara masih belum bisa menyepakati batas di
wilayah tersebut. Dalam penglihatan kita, semestinya mereka bisa menahan diri
dan tidak melakukan profokasi. Bayangkan sejak januari – Juni 2015, sudah ada 7
Nota Protes Indonesia ke Malaysia Soal profokasi mereka ke wilayah sengketa
itu; tetapi sama sekali tidak ditanggapi pihak tetangga itu. Mereka tidak
menjawabnya, adalah bagian strategi “penanganan perbatasan”, sehingga kelak
mereka tidak pernah mengakui” adanya protes seperti itu.
Juru bicara Arrmanatha
Nasir mengaku Kemlu telah mengirimkan nota protes kepada Pemerintah Malaysia
sebanyak tujuh kali. Nota protes itu dikirim terhitung sejak Januari lalu. Hal
itu disampaikan oleh Arrmanatha ketika dikonfirmasi VIVA.co.id melalui telepon
pada Rabu, 17 Juni 2015.
Hal serupa juga terlihat dalam
insiden pendaratan tanpa izin helikopter Malaysia yang membawa Menteri Dalam
Negeri negara itu di Pulau Sebatik, Kalimantan Utara, pada Minggu, 29 Juni
2015. Helikopter itu bebas pergi karena personel TNI yang bertugas di sana
tidak siap. Meskipun kejadian itu murni “insiden” salah identifikasi lokasi.
Tetapi tetap saja, pertahanan kita di sana masih belum bisa berbuat yang
sepantasnya. Berikut juga fakta yang bisa memperlihatkan seperti apa porsi yang
diberikan oleh kekuatan pertahanan kita di perbatasan. Fakta pada pukul 11.40
WITA, Jumat 26 Juni 2015. Mesin pesawat yang baru mendarat setelah melakukan
PATROLI DI PERBATASAN itu tiba-tiba mati sebelum berhasil masuk ke dalam taxy
way. Pesawat TNI AL itu kemudian ditarik secara manual oleh petugas bandara dan
anggota TNI masuk ke area parkir pesawat. Butuh waktu sekitar 12 menit untuk
bisa menarik badan pesawat ke area parkir pesawat. Untunglah kejadian tersebut
tidak mengganggu jadwal penerbangan di Bandara Juwata Tarakan,” kata Kepala
Bandara Juwata Tarakan, Syamsul Bandri waktu itu. Belum ada informasi resmi
penyebab kejadian terhentinya pesawat TNI AL di landasan pacu Bandara Juwata.
Namun diduga, mesin pesawat tersebut mengalami gangguan teknis. Dalam bahasa
pertahanan, gangguan teknis itu bisa terjadi karena system perawatannya, jauh
dari memadai.
Baca
Juga : Kaji Ulang Gelar Kekuatan TNI
Ada juga secuil
kebanggan, takkala TNI AU berhasil memaksa turun pesawat asing yang dipiloti
seorang perwira Amerika Serikat (AS) di Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara)
pada Senin (9/11/2015). Namun, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu
mengaku adanya kealpaan, untuk segera menempatkan penjagaan di perbatasan
negara di Tarakan, Kaltara.“Kalau orang melihat ada yang JAGA pasti tidak akan
lewat situ. Jadi ada kesalahan juga selama ini kita tidak ada efek detterence
(pencegahan) begitu. Kalau ditaruh (penjaga) di ujung-ujung kan kalau mau lewat
pasti ngomong dia ‘kulo nuwun’. Kalau enggak ada orang (jaga) bagaimana mau
kulo nuwun,” aku Ryamizard Ryacudu, di Jakarta, Rabu (11/11/2015). Menhan waktu
itu, akan menempatkan satu flight atau 4-5 pesawat pesawat tempur bakal
ditempatkan di wilayah itu. Menhan juga mengungkapkan, selain di Tarakan juga
bakal dilakukan di Natuna, Kepulauan Riau, dan Papua. Daerah-daerah perbatasan
itu merupakan daerah yang masih minim penempatan ALUTSISTA.
Pertahanan
NKRI di Wilayah Perbatasan
Pertahanan suatu negara
adalah lambang Kedaulatan sebuah bangsa dan sekaligus kebanggan atasnya dalam
menjaga kepentingan Nasional. Kepentingan Nasional itu terdiri dari kepentingan
nasional Abadi dan termaktub dalam Konstitusi kita pada Pembukaan UUD 1945 yang
meliputi Kedaulatan Nasional, Integritas Teritorial dan Keselamatan Bangsa,
serta Kepentingan Nasional Dinamis yang muncul akibat perkembangan lingkungan
strategis. Dalam perkiraan ancaman yang dihadapi Indonesia dalam kurun waktu 2010-2014
adalah adanya : kekuatan Militer asing terlibat Dalam gerakan
Separatisme; Penggunaan KEKUATAN MILITER DALAM KONFLIK PERBATASAN; Tekanan
asing disertai kehadiran Militer dalam mengamankan akses terhadap sumber energi
di Indonesia; Kehadiran Militer Asing di ALKI dalam mengamankan jalur ekonomi;
Kehadiran Militer asing dalam kerangka memerangi Terorisme; Terorisme
Internasionald dan Kejahatan Internasional; dan Intervensi Kemanusiaan dalam
konflik horizontal dan vertical.
.Lebih lanjut Kemhan juga
mengidentifikasi bahwa Wilayah Flash Point itu, ada dibeberapa daerah
perbatasan yang secara lengkapnya meliputi : Wilayah NAD, Selat Malaka, Riau
dan Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Utara atau sepanjang
perbatasan, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Lombok, NTT, Maluku, Papua dan
Papua Barat dan ALKI.
Baca
Juga Info : Nilai Strategis Kaltara Dalam Pertahanan
Wilayah Ambalat termasuk dalam
wilayah flash point di dua hal, pertama terkait wilayah perbatasan dan juga
terkait ALKI. Kalau hal itu dikaitkan dengan analisa pertahanan maka wilayah
itu patut diupayakan untuk melihatnya dari kacamata kepentingan Geopolitik,
ditambah keterkaitan kualitas hubungan bilateral (multirateral) negara, dari
dampak perkembangan lingkungan strategis dan kepentingan nasional negara pihak.
Bagi Malaysia, kepentingan geopolitiknya sudah tertanam dengan kuat di wilayah
itu. Untuk mendukung Kepentingan Nasional di wilayah tersebut, mereka telah
menggelar kekuatan Tri Matra nya dengan baik sejak jauh-jauh hari di wilayah
tersebut. Malaysia telah menjadikan wilayah itu sebagai Pusat Armada AL
Timurnya, dan juga Pusat Pangkalan Kapal Selamnya. Semua lapangan Udara di
wilayah perbatasannya dapat di darati oleh pesawat tempur dengan panjang
landasan minimal 2650 meter. Mereka juga sudah menggelar meriam perbatasan 155
mm di sepanjang perbatasan dengan kata lain, pertahanan mereka sudah dikerjakan
dengan baik dan sinergis dengan infrastruktur dan tata ruang wilayahnya.
Sementara di wilayah kita,
gambarannya bisa diambilkan dengan apa yang disampaikan (waktu itu masih )
Calon Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sedang uji kelayakan di
gedung DPR. Jenderal Gatot Nurmantyo mengakui, kekuatan militer belum selaras
untuk menjaga wilayah perbatasan Indonesia. Menurut beliau, perlu sistem untuk
menyelaraskan kekuatan Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Bahwa
sistem itu belum selaras itu terlihat dalam insiden pendaratan tanpa izin
helikopter Malaysia yang membawa Menteri Dalam Negeri negara itu di Pulau
Sebatik, Kalimantan Utara, pada Minggu, 29 Juni 2015. Helikopter itu bebas
pergi karena personel TNI yang bertugas di sana tidak siap. “Pengamanan
perbatasan perlu sinkronisasi tiap matra. Sektor udara perlu diperkuat radar,”
katanya di kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat, 3 Juli 2015.
Pertahanan
Yang Baik Itu Kebutuhan
Kita harus bisa melihat
bahwa hakekat Hubungan Bilateral dalam suatu issu harus bisa dilihat sebagai
interaksi kepentingan Nasional dari dua negara pihak berupa spektrum memberi
dan menerima dari titik ekstrim positif (aliansi) sampai dengan titik ekstrim
negative (perang) untuk mencapai suatu posisi yang dapat diterima kedua negara
pihak sesuai pertimbangan kepentingan nasionalnya. Sedangkan hakekat hubungan
Bilateral adalah forum dimana masing-masing negara MENDESAKKAN KEPENTINGAN
NASIONALNYA dengan maksud aliansi-aliansi adhoc yang secara dinamis berubah
sesuai topik/subyek yang dibicarakan.Maka dalam hubungan interaksi dengan
negara penting untuk dilihat hubungan multirateral yang ada, baik di tingkat
regional maupun global.
Dalam era globalisasi telah
terjadi perubahan yang mendasar sebagai danpak dari perkembangan lingkungan strategis.
Diantaranya adalah fenomena Akselarasi, Amplifikasi, Asimeteri, Inkonsistensi,
Koordinasi dll. Hal tersebut Nampak dalam wujud terorisme internasional,
pengaruh CNN effect, outsourcing, menguatnya NGO dan hukum internasional
termasuk interpensi kemanusiaan seperti yang terjadi di Irak, Tunisia, Mesir,
Libya berupa intervensi NATO atas nama PBB. Saya hanya ingin mengatakan bahwa
sejauh kepentingan nasionalnya para pihak di kawasan masih bisa di tolerir para
pihak, maka tidak ada alasan untuk khawatir. Hanya saja, semakin banyak
kepentingan nasional para pihak yang di paksakan untuk suatu wilayah, maka
tidak ada lain harus ada upaya untuk lebih mempersiapkan atau memperkuat
kekuatan pertahanan itu sendiri. Nah kalau itu intinya, maka sungguh banyak yang
harus di benahi. Masih banyak wilayah kedaulatan nasional yang belum terjaga
secara semestinya. Misalnya di wilayah perbatasan Kemampuan monitoring (radar)
TNI masih terbatas, dan integrasi dengan radar sipil juga masih belum jalan.
Kemampuan Patroli juga masih sangat lemah khususnya di wilayah Flash Point.
Seperti yang diutarakan oleh Menhan di tahun 2015 dahulu, bahwa perlu
penempatan satu Fligh pesawat Tempur di Tarakan. Hingga kini nampaknya, masih
seperti itu.
( Sumber : http://www.wilayahpertahanan.com/pertahanan-di-perbatasan-gelar-kekuatan-tni-di-perbatasan/)
Hai,, Kami dari Roket4D.. Pembahasan ini sangat bagus,, Semoga ini berguna bagi kita semua dan jangan lupa kunjungi juga situs kami Roket4D
ReplyDelete